Kamis, 30 Januari 2020

Properti Berkedok Syariah Picu Tingginya Penipuan Konsumen


Dr. Syahriyah Semaun, S.E.,M.M





Pengamat ekonomi & ketua Prodi Akuntansi Syariah





Opini. Masyarakat Indonesia akhir-akhir ini dikejutkan rentetan maraknya penipuan, baik  berkedok investasi bisnis instan untuk menghasilkan uang seperti money game, MLM (multi level marketing). Investasi dengan sejumlah dana dengan iming-iming pengembalian yang besar. Tidak sedikit korbannya yang menjual harta benda demi janji keuntungan dan bonus return yang akan didapat tanpa memikirkan resiko apabila terjadi penipuan. Kenyataannya banyak yang menjadi korban dan melapor ke pihak berwajib.





Berbagai modus serupa, sebut saja  tawaran promo travel haji dan umrah untuk menghimpun uang jamaah tetapi dana tersebut diinvestasikan ke usaha lain. Masyarakat sangat mudah tergiur dan tertipu dengan kalimat "umrah promo". Contoh kasus First Travel yang diduga melakukan penipuan, penggelapan dan money laundry jamaah umrah dan haji.





Rentetan kasus serupa yakni penipuan properti berkedok syariah.
Penipuan ini berbentuk penjualan perumahan murah dengan teknik pemasaran
berkonsep syariah. Mereka mengiming-iming pembayaran tanpa riba, tanpa bunga
kredit dan tanpa pengecekan bank oleh Bank Indonesia yang biasa blacklist nasabah.





Tergiur kemudahan dan keuntungan, masyarakat tidak lagi jeli
dan berhati-berhati mencermati serta menyikapi iming-iming yang ditawarkan
pengembang. Sebelum membeli, konsumen seharusnya perlu untuk memeriksa
kredibilitas pengembang properti yang menawarkan rumah tersebut sudah terdaftar
sebagai anggota asosiasi REI (Real Estate
Indonesia
) secara resmi. Mengembangkan suatu bisnis perumahan tidak semudah
yang dibayangkan. Tidak ada yang salah dengan konsep syariah, tetapi dalam
mengembangkan proyek perumahan yang padat modal tetap perlu pengaturan
manajemen yang baik. Umumnya mereka atau pengembang perumahan tidak tahu cara
manajemen proyek yang baik karena dalam bisnis perumahan pengaturan cashflow
akan sangat krusial.





Maraknya modus penipuan properti syariah dipicu pula perilaku ekonomi konsumen atas keinginan yang tinggi terhadap kepemililikan property dengan dana yang terbatas. Kondisi ini dibaca pelaku kriminal ekonomi melalui pengembang property fiktif, kemudian melancarkan serangan kepada konsumen dengan iming-iming rumah harga murah, bebas riba, tanpa bunga, tanpa sita, tidak perlu Bank Indonesia checking untuk mengecek kredibilitas calon user atau nasabah dan lain sebagainya. Jadi bernuansa syariah semuanya, sehingga calon user tertarik. Segala macam teknik meyakinkan dilakukan agar masyarakat tertarik. Peneyebarluasan informasi dengan membuat brosur-brosur gambar rumah dengan berbagai type disertai tabel angsuran dan mengadakan pertemuan antara pengembang perumahan dengan calon korban atau para user. Sindikat juga membawa korbannya kesebuah lahan fiktif yang diakuinya akan dijadikan lokasi pembangunan rumah yang dijanjikan. Hal inilah yang membuat korban juga semakin percaya dengan sindikat penipuan ini.





Produsen sebagai pelaku bisnis dalam perekonomian sangat
besar kontribusinya dalam pengembangan dan pembangunan ekonomi di Indonesia di
mulai dengan UMKM sampai badan usaha perseroan yang besar. Jadi sangat
disayangkan apabila badan usaha tersebut melakukan sindikat penipuan kepada
masyarakat atau konsumen.





Disatu sisi, Konsumen dalam hal ini masyarakat, apabila
menginginkan sesuatu terkait peningkatan taraf hidup dan tingkat perekonomian
tanpa melakukan usaha, maka sebuah tindakan ekonomi absurd yang sangat tidak
mungkin. Konsumen mesti membangun sebuah pemikiran dan pertimbangan matang
bahwa, Peningkatakan ekonomi selalu memerlukan konsekuensi yang relevan seperti
faktor-faktor produksi, sumber daya alam, sumber daya manusia, modal dan
keahlian. Artinya, tidak ada yang dapat dimiliki tanpa usaha kerja keras dan
pengorbanan. No gain without pain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar